BAB 1
MASA
KERAJAAN-KERAJAAN HINDU-BUDHA
A.
PROSES MASUK DAN
BERKEMBANGNYA AGAMA SERTA KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA DI
INDONESIA
1. Masuknya
agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa perubahan kehidupan
masyarakat Indonesia, antara lain :
Ø Semula belum
mengenal tulisan (masa praaksara) menjadi mengenal tulisan
dan memasuki zaman sejarah (masa aksara).
Ø Semula hanya
mengenal dan menganut kepercayaan animisme dan dinamisme
kemudian mengenal dan menganut agama dan kebudayaan Hindu-Budha.
Ø Semula hanya
mengenal sistem kesukuan dengan kepala suku sebagai
pemimpinnya menjadi pengenal dan menganut sistem pemerintahan kerajaan
dengan
raja sebagai pimpinan pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha.
2. Teori masuk
dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha sebagai berikut.
Ø Teori waisya, berpendapat
bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh
golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun
berganti arah) sehingga enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan
agama
dan kebudayaan Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah
N.J.Krom.
Ø Teori
Ksatria, pembawa agama
dan kebudayaan Hindu ialah golongan ksatria yang kalah
perang di India, kemudian lari ke Indonesia. Salah seorang pendukung
hipotesis
ksatria adalah C.C.Berg.
Ø Teori
Brahmana, pembawa
agama dan kebudayaan hindu ke Indonesia ialah golongan Brahmana
yang diundang oleh raja raja Indonesia untuk menobatkan dengan upacara
Hindu
(abhiseka=penobatan). Pendukung hipotesis ini adalah J.C.van Leur.
Ø Teori
nasional, bahwa bangsa
Indonesia yang berdagang ke India pulang dengan membawa
agama dan kebudayaan Hindu atau sebaliknya orang-orang Indonesia (raja)
mengundang Brahmana kemudian Brahmana menyebarkan agama dan kebudayaan
Hindu di
Indonesia. Pendapat ini disebut teori arus balik. Pendukung teori ini
adalah
F.D.K.Bosch.
B. PERKEMBANGAN TRADISI
HINDU-BUDHA
AKULTURASI
Masuknya
budaya
Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi
merupakan
perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup
berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur
asli dari
kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di
Indonesia tidak
diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian
dengan
kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur
asli.
Hal ini disebabkan karena:
1.
Masyarakat
Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi
sehingga
masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan
kebudayaan
Indonesia.
2.
Kecakapan
istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius
merupakan kecakapan
suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah
unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh
kebudayaan
Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di
Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih
terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari
proses
pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
Seni Bangunan
Seni
bangunan
tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni asli
bangsa
Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan
akulturasi
budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan
zaman megalitikum
yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh Hindu Budha.
Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam benda
yang
ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi
sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya
jadi
tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam
di
sekitar candi dalam bangunan stupa.
Seni Sastra dan
Aksara
Periode
awal di
Jawa Tengah pengaruh sastra Hindu cukup kuat.
Periode
tengah
bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya:
Kitab
Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan Panuluh.
Isi
ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan
Kurawa. Para
ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan
dalam
keluarga raja-raja Kediri.
Prasasti-prasasti
yang
ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa
Sansekerta
banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami
akulturasi
dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa
yang
dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi
aksara
Jawa Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang
serta
aksara Bali. Di kerajaan Sriwijaya huruf Pallawa berkembang menjadi
huruf
Nagari.
Sistem Kalender
Diadopsi
dari
sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya
Penggunaan
tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka
yang
dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu
raja
Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari.
C. KERAJAAN KUTAI
Kutai Martadipura adalah
kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang
memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4. Kerajaan
ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan
Timur,
tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diberikan oleh
para ahli mengambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan
tersebut.
Tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini dan
memang
sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh.